Minggu, 02 Maret 2014

FISMAT MODUL II

Bab 2
Bilangan Kompleks


2.1. Pengertian Bilangan Kompleks
Apabila diberikan persamaan , kemudian ditanyakan berapakah nilai x dari persamaan tersebut, maka dapat dituliskan bahwa :

sehingga

Jadi x memiliki 2 buah nilai yaitu :
dan
Sekarang jika persamaan menjadi , nilai x adalah :

Maka nilai x menjadi :

Permasalahannya adalah berapakah nilai yaitu akar dari bilangan negatif. Dalam hal ini dapat ditulis menjadi :
=
Di sini didefinisikan bahwa :
= I
i disebut sebagai bilangan imajiner.
Sehingga nilai x dari persamaan di atas menjadi :
x =
atau
dan
Jadi x memiliki bentuk bilangan imajiner. Sekarang misalkan diberikan sebuah persamaan kuadrat : . Maka dapat ditunjukkan bahwa nilai x adalah :


=
=

dan
Terlihat bahwa nilai x merupakan gabungan bilangan riel dan bilangan imajiner.
Gabungan bilangan riel dan bilangan imajiner inilah yang disebut sebagai bilangan kompleks, dituliskan dalam bentuk :
(2.1)
dimana x dan y adalah bilangan riel dan i =
Bilangan kompleks banyak ditemui dalam persamaan gelombang, dalam bentuk-bentuk fungsi transformasi, dan lain-lain.
Bilangan kompleks dapat digambarkan dalam satu bidang seperti gambar 2.1.
y
(Im)

(x,y) z = x + i y

x (Re)
Gambar 2.1 Bilangan kompleks dalam koordinat Cartesian

Dalam koordinat polar, bilangan kompleks dapat dituliskan sebagai

dimana



r disebut juga modulus dan argument dari z
y

r


x
Gambar 2.2 Bilangan kompleks dalam koordinat polar

Contoh :
z = -1 – i
Dalam hal ini x = -1, ,
y


-1

-i



Gambar 2.3

z = -1 –i =
Dalam bentuk polar :

jika z = x + i y, maka bentuk z = x – i y disebut sebagai konjuget dari z. Dalam bentuk kompleks maka akan memiliki bentuk konjuget . Sedangkan modulus r dapat dituliskan sebagai . Apabila z = f + i g dimana f dan g adalah bentuk kompleks, maka .

Contoh-contoh
1. Tentukanlah :
a.
b.
c.
Jawab :
a. =
b. =
c. =
2. Gambarlah grafik dari :
a.
b.
c.
Jawab :
a. = 2
Grafiknya adalah berupa lingkaran yang berpusat di (0,0) dan jari-jarinya 2.


y


2
x
(0,0)


Gambar 2.4

b.


Grafiknya adalah lingkaran yang berpusat di (0,-1) dan jari-jarinya 3.
y



x
3 (0,-1)


Gambar 2.5

c.





Daerah yang diarsir di dalam lingkaran pada gambar 2.6 adalah daerah grafik yang diminta
y



z



Gambar 2.6

2.2. Deret Bilangan Kompleks
Sebuah deret suku-sukunya dapat merupakan bilangan kompleks, misalnya :

Untuk test kekonvergensinya dapat dipakai test ratio :

= Konvergen
Contoh lain adalah . Deret ini dapat ditulis :
=

Bagian real dari deret adalah :

Bagian imajinernya :

Masing-masing deret tersebut dapat di test konvergensinya.
Bilangan kompleks juga dapat berbentuk deret pangkat yaitu : . Dimana z = x+iy
Contoh-contoh deret pangkat bilangan kompleks :
a.
b.
c.
Untuk test konvergensinya dapat dipakai test ratio, misalnya untuk deret :

=
=

Daerah z agar deret konvergen adalah daerah yang diarsir didalam lingkaran
y

x


Gambar 2.7

2.3. Fungsi Bilangan Kompleks
Fungsi bilangan kompleks memiliki bentuk f (z), misalnya f (z) = maka :
f (1-i) =
=
= -1

Contoh lain ; f(z) =
Maka : f(1-i) =
=
=
=

2.4. Formula Euler
Dari deret Taylor, untuk yang real dapat dituliskan :



=
=
=
jadi

Formula Euler ini banyak digunakan dalam operasi aljabar bilangan kompleks, misalnya :
1. Pembagian dan perkalian bilangan kompleks :




Contoh :
Tentukanlah
Jawab :
=
=
= -1 + i
2. Akar-akar bilangan kompleks



Contoh :
Tentukanlah
=


=
=






------------------------------------------------------------------------------

(Kembali ke n = 0)
Jadi nilai ada 6 buah yang ditunjukkan oleh n = 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 diatas.

3. Eksponensial dan fungsi trigonometri
Dapat dituliskan bahwa :

Misalnya : tentukanlah
=
=

Contoh lain, tentukanlah nilai cos i dan sin i

Jawab :
Dari formula Euler diketahui :


---------------------------------------------+

Kemudian


_________________________-


Oleh karena itu dapat dituliskan :

(2.3)
Sehingga :



4. Fungsi Hyperbola
Dari persamaan 2.3 dapat dituliskan bahwa :


Jadi untuk bilangan kompleks z dapat dituliskan :


Dan juga :





Soal-soal Latihan dan Penyelesaian

1. Nyatakan bilangan kompleks berikut dalam bentuk : z = x + iy
a. b.
Jawab :
a. = z

=
=
=
=
=
=
b. = z


mis :






=
2. Tentukan nilai x dan y dari persamaan berikut :
a.
Jawab :
a.







------------------------+
13y = 2







3. Analisis dan skets tempat kedudukan yang dinyatakan oleh persamaan :
Jawab :



dikuadratkan



dikuadratkan






persamaan ellips
Skets :
y









Gambar 2.8
4. Hitunglah bilangan kompleks yang memenuhi (mungkin lebih dari satu) dari :
a.
b.
Jawab :
a.
z = 2i - 2


= 27, 99, 171, 273,315

=
b. (Caranya sama dengan 4.a)
5. Cari impedansi rangkaian di bawah. Rangkaian dikatakan beresonansi jika Z riil; temukan dalam bentuk R, L, C saat beresonansi.
R L



C

Jawab :







=

=
=
=
=

Terjadi resonansi :



=

6. Dengan menggunakan pengertian bilangan kompleks tunjukkan bahwa :
tetapan
Jawab :







Maka :
tetapan


atau , ambil y = 1 x = -2
vektor eigen :
untuk , didapatkan :

atau , ambil
vektor eigen :

Soal-soal Latihan
1. Tentukanlah nilai-nilai dari bentuk kompleks dari :
a.
b.
c.
d.
2. Tentukan bagian real dan imajiner dari :

3. Deskripsikan nilai z untuk :

4. Tentukan daerah konvergensi dari deret :

5. a. Tunjukkan bahwa
b. Apakah
c. Jika , apakah ?
d. Jika adalah diekspresikan dalam bentuk deret pangkat dengan koefisien bilangan real, tunjukkan bahwa
6. a. Tunjukkan bahwa dan
b. Tunjukkan bahwa
c. Gunakan b di atas untuk menghitung :

7. Jika dan , Tentukan z
8. Gunakan deret yang anda ketahui untuk menghitung :








sudah lama gak nulis2. pengen rasanya d tumpahin semua rasa dengan tulisan, tapi untuk memulainya memang sulit yaaa :)


hari ini tanggal 03-03-2014 jam 12.20 wita
selesai rapat di kantor...

hmmm rasanya dah lama banget tidak ikut rapat, ada perasaan seneng, ada perasaan sedih, dan perasaan hambar.

Minggu, 15 April 2012

praktikum Hidrometeorologi modul1

MODUL 1 Delineasi DAS dan Curah Hujan Wilayah Tujuan Praktikum • Mampu menentukan pembatasan daerah aliran sungai • Mampu mengaplikasikan beberapa metode perhitungan curah hujan wilayah yang dibahas dalam praktikum • Mampu mengoperasikan GIS untuk keperluan perhitungan curah hujan wilayah Teori Dasar A. Daerah Aliran Sungai (DAS) Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) menurut Dictionary of Scientific and Technical Term (Lapedes et al., 1974), DAS (Watershed) diartikan sebagai suatu kawasan yang mengalirkan air ke satu sungai utama. Dikemukakan oleh Manan (1978) bahwa DAS adalah suatu wilayah penerima air hujan yang dibatasi oleh punggung bukit atau gunung, dimana semua curah hujan yang jatuh diatasnya akan mengalir di sungai utama dan akhirnya bermuara ke laut. Batas Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain. Masalah dan faktor yang memengaruhi Daerah Aliran Sungai (DAS) Masalah-masalah DAS di Indonesia: 1. Banjir 2. Produktivitas tanah menurun 3. Pengendapan lumpur pada waduk 4. Saluran irigasi 5. Proyek tenaga air 6. Penggunaan tanah yang tidak tepat (perladangan berpindah, pertanian lahan kering dan konservasi yang tidak tepat) Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran DAS di Indonesia: 1. Iklim 2. Jenis batuan yang dilalui DAS 3. Banyak sedikitnya air hujan yang jatuh ke alur DAS 4. Lereng DAS 5. Bentukan alam (mender, dataran banjir dan delta) Metode perhitungan distribusi curah hujan pada DAS dapat dilakukan dengan 2 cara. Yaitu: 1. Metode Isohyet, yaitu garis dalam peta yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki jumlah curah hujan yang sama selama periode tertentu. Digunakan apabila luas tanah lebih dari 5000 km² 2. Metode Thiessen, digunakan bila bentuk DAS memanjang dan sempit (luas 1000-5000 km²) B. Curah Hujan (Presipitasi) Curah hujan atau presipitasi adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Salju, es, hujan dan lain-lain juga dinyatakan dengan dalamnya (seperti hujan) sesudah di cairkan. Presipitasi adalah peristiwa klimatik yang bersifat alamiah yaitu perubahan bentuk uap air di atmosfer menjadi curah hujan sebagai akibat proses kondensasi. Presipitasi merupakan factor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu wilayah DAS (merupakan elemen utama yang perlu diketahui medasari pemahaman tentang kelembaban tanah, proses resapan air tanah dan debit aliran ). Presipitasi mempunyai banyak karakteristik yang dapat mempengaruhi produk air suatu hasil perencanaan pengelolaan DAS. Besar kecilnya presipitasi, waktu berlangsungnya hujan dan ukuran serta intensitas hujan yang terjadi baik secara sendiri-sendiri atau merupakan kombinasi akan mempengaruhi kegiatan pembangunan. Ada tiga metode yang dipakai untuk menentukan ketinggian hujan rata-rata (Average depth of rainfall) dari suatu daerah dengan menggunakan data-data stasiun pengamatan: 1. Metode Arithmatic/ Rata-rata Aljabar Metode ini dipakai untuk daerah-daerah datar dengan pos pengamatan hujan tersebar merata, an masing-masing pos mempunyai hasil pengamatan yang tidak jauh berbeda dengan hasil rata-ratanya. Caranya: Membagi rata pengukuran pada semua pos hujan terhadap sejumlah stasiun dalam daerah aliran yang bersangkutan. Rumus: Dimana:Pr = Tinggi hujan rata-rata. P1, P2, P3, P4, Pn = Tinggi hujan pada tiap stasiun pengamatan. n = Jumlah stasiun pengamatan. 2. Metode Poligon Thiessen (Thiessen Polygon Method) Metode ini bisa digunakan untuk daerah-daerah dimana distribusi dari pengamatan hujan tidak tersebar merata. Hasilnya lebih teliti. Caranya: 1. Stasiun pengamatan digambarkan peta, dan ditarik garis hubung masing-masing stasiun. 2. Garis bagi tegak lurus dari garis hubung tersebut membentuk poligon-poligon mengelilingi tiap-tiapstasiun, hindari bentuk poligon segi tiga tumpul. 3. Sisi-sisi tiap poligon merupakan batas-batas daerah pngamatan hujan yang bersangkutan. 4. Hitung luas wilayah tiap poligon yang terdapat di dalam DAS dan luas DAS seluruhnya. Dengan planimeter atau metode grid, dan luas tiap poligon dinyatakan sebagai persentase dari luas DAS seluruhnya. 5. Faktor bobot dalam menghitung rata-rata daerah di dapat dengan mengalikan presipitasi tiap stasiun pengamatan dikalikan dengan persentase luas daerah yang bersangkutan. Rumus: Dimana: Pr = Tinggi hujan rata-rata. P1, P2, P3, P4, Pn = Tinggi hujan tiap pos hujan. A1, A2, A3, A4, An = Luas wilayah tiap pos hujan. A total = Luas wilayah total dari semua pos hujan. 3. Metode Isohyet (Isohyetal Method) Metode ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah bargunung dan sebaran stasiun/pos pengamatan yang tidak merata. Hasilnya lebih teliti dibandingkan dengan metode sebelumnya. Caranya: 1. Lokasi dan stasiun- stasiun pengamatan hujan digambar pada peta berikut nilai curah hujannya. 2. Gambar kontur-kontur untuk presipitasi yang sama (isohyet). 3. Cari harga rata-rata presipitasi untuk sub daerah yang terletak antara dua isohyet berikut luas sub daerah tersebut diatas. 4. Untuk tiap sub daerah dihitung volume presipitasi sebagai perkalian presipitasi rata-ratanya terhadap sub daerah (netto). Rumus: Dimana: Pr = Tinggi hujan rata-rata. P1, P2, P3, Pn = Tinggi hujan antara garis isohye. A1, A2, A3, An = Luas wilayah antara garis isohyet. A total = Luas wilayah total pos hujan. C. Pengenalan GIS Pengertian Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). Secara umum pengertian SIG sebagai berikut: ”Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis ”. Data Spasial Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang dijelaskan berikut ini : 1. Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi. 2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengannya, contohnya : jenis vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya. Format Data Spasial Secara sederhanaformat dalam bahasa komputer berarti bentuk dan kode penyimpanan data yang berbeda antarafile satu dengan lainnya. Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu: a. Data Vektor Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis). Gambar 1. Data vektor Keuntungan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya pada basisdata batas-batas kadaster. Contoh penggunaan lainnya adalah untuk mendefinisikan hubungan spasial dari beberapafitur. Kelemahan data vektor yang utama adalah ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan gradual. b. Data Raster Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan dari sistem Penginderaan Jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Gambar 2. Data raster Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan kata lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual, seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya. Keterbatasan utama dari data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi resolusi grid-nya semakin besar pula ukuran filenya dan sangat tergantung pada kapasistas perangkat keras yang tersedia. Langkah Pengerjaan a. Delineasi DAS 1. Mulai ArcMap dengan klik Start > Programs > ArcGIS > ArcMap atau dengan klik icon ArcMap pada desktop. 2. Klik OK pada halaman yang bertuliskan Start Using ArcMap. 3. Masukkan data DEM dengan klik file add data  DEM.image 4. Fill: Spatial analyst tools  Hydrology Fill  input DEM.img, OK 5. Flow direction: Spatial Analyst Tools Hidrology Flow Direction  input Fill_Dem1, OK 6. Flow Accumulation: Spatial Analyst Tools Hidrology  Flow Accumulation  input FlowDir_Fill1, ubah output data type dari FLOAT jadi INTEGER, OK Membuat aliran sungai 7. Conditional: Spatial Analyst Tools  Conditional  Con  input conditional raster: Flow Acc_Flow1 Expression: “VALUE”>16 Input true raster or constant value: Flow Acc_Flow1 Isikan Expression(optional): “VALUE”>16 Pada “Query Builder” isikan: klik pada botton “SQL”  double klik pada opsi “VALUE”  klik tombol “>”  tuliskan “16” pada kolom paling bawah, OK 8. Stream Link: : Spatial Analyst Tools Hidrology  Stream link  Input stream raster : Con_FlowAcc_S Input flow direction raster: FlowDir_Fill1, OK 9. Stream to Feature: Spatial Analyst tools Hidrology Stream to Feature  Input stream raster: StreamL_Con_1 Input flow direction raster: FlowDirr_Fill1, OK Membuat DAS 10. Conditional: Spatial Analyst Tools  Conditional  Con  input conditional raster: Flow Acc_Flow1 Expression: “VALUE”>29720 Input true raster or constant value: Flow Acc_Flow1 11. Watershed: Spatial Analyst Tools  Hydrology  Watershed  Input flow direction raster: FlowDir_Fill1 Input raster or pour point value : Con_FlowAcc_D, OK 12. Raster to Polygon: Conversion tools From Raster  Raster to polygon  Input raster : Watersh_Flow1 , OK Sungai dan Daerah Aliran Sungai Untuk membuat DAS beserta aliran sungai pada wilayah yang diinginkan, langkah yang selanjutnya dilakukan, 13. Seleksi Layar RasterT_Watersh1, kemudian pilih Editor  Start Editing Setelah selesai mengedit, pilih kembali Editor  Stop Editing. Sehingga didapat DAS yang diinginkan, 14. Seleksi stream untuk polygon Klik Selection  Select by location Centang “RasterT_Watersh1” pada kolom “the following layer(s)” dan pastikan pada kolom “the features in this layer” berisikan data stream yang tadi dibuat, lalu klik “Apply” Hasil yang didapat adalah seleksi aliran sungai yang berada dalam DAS. Selanjutnya ekspor data yang terpilih dengan: 15. Klik kanan file StreamT_StreamL1  Data  Eksport Data... Pada window Eksport Data, letakkan out put data pada folder yang diinginkan, lalu klik OK. Hasil akhir : b. Curah Hujan Wilayah Metode Poligon Thiessen DAS yang telah dibuat akan digunakan untuk melakukan perhitungan curah hujan wilayah. 1. Buka data excel yang ada di folder kerja (CH Bandung.xlsx) dan save as sebagai CH Bandung2. xlsx 2. Pada sheet9 di file excel tersebut terdapat curah hujan bulanan untuk masing-masing stasiun. 3. Hitung curah hujan wilayah dengan metode aritmatik untuk masing-masing bulanan dan tahunan dengan cara menghitung rata-ratanya. Untuk menghitung curah hujan wilayah dengan metoda polygon thiessen Lakukan langkah-langkah berikut : 1. Input data excel tersebut ke dalam ArcMap, dengan cara : 2. Plot data yang ada di sheet9 tersebut berdasarkan kolom x dan y dengan koordinat system GCS WGS 1984, dengan cara klik kanan pada sheet9 tersebut dan pilih Display XY Data 3. Dan akan terlihat hasil ploting data tersebut sebagai point (Sheet9$ events), events disini menunjukkan data tersebut masih temporary. Untuk membuatnya menjadi permanen, ekspor data tersebut menjadi shapefile (*shp) dengan nama Stasiun CH.shp 4. Tambahkan file DAS yang ada di folder kerja (DAS.shp) 5. Kemudian buat polygon thiessennya menggunakan tools : Create Thiessen Polygon. 6. Seting tampilan polygon thiessen tersebut dengan simbologi hollow 7. Ada beberapa area DAS yang tidak tercover oleh Poligon thiessen, hal ini akibat dari stasiun yang digunakan ada yang berada diluar area DAS. 8. Lakukan editing polygon thiessen tersebut agar memenuhi seluruh area DAS dengan melakukan editing manual a. Start editing b. Gunakan sketch tools untuk melakukan penambahan polygon, lakukan digitasi untuk masing-masing lokasi yang ditunjukkan gambar diatas. c. Lakukan merge dengan polygon thiessen induk, dengan cara select dua polygon yang akan digabungkan dengan edit tools dan toombol shift dan editor  merge d. Lakukan klip untuk polygon yang overlap dengan cara pilih polygon yang memiliki batas yang benar lalu gunakan perintah editor  clip (sebagai catatan, pada saat melakukan clip, matikan checklist untuk layer yang lain. e. Stop editing 9. Lakukan intersect pada pada data DAS dan polygon thiessen tersebut. 10. Buka attribute tabel dari file hasil intersect tersebut dan lakukan perhitungan luas dengan cara a. Open attribute table (klik kanan open attribute table) b. Tambahkan kolom luas (option  add field) c. Lakukan perubahan koordinat system pada dataframenya menjadi UTM WGS 1984 Zona 48 S. dengan cara View  Dataframe Properties  Coordinate System  Predefine  Projected Coordinate System  UTM  UTM WGS 1984 Zone 48 S d. Ada 8 stasiun yang digunakan, namun terbentuk 16 poligon, hal ini karena proses pembentukan polygon thiessen pada arcGIS tidak sempurna. Untuk memperbaikinya lakukan editing (Start editing) dengan cara select pada stasiun baris yang memiliki stasiun yang sama kemudian editor  merge e. Lakukan perhitungan luas dengan cara klik kanan pada heading kolom luas  calculate geometry 11. Kemudian salin hasil perhitungan luas tersebut ke dalam data perhitungan yang ada di excel dan lakukan perhitungan sesuai dengan formulasi perhitungan curah hujan wilayah dengan metode polygon thiessen. Metode Isohyet Selain metoda polygon thiessen dan aritmatik, ada satu lagi metoda yang dipelajari dalam praktikum ini yaitu dengan menggunakan isohyet. Untuk melakukan perhitungan Curah hujan wilayah dengan metode Isohyet lakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Tambahkan isohyet curah hujan tahunan pada folder isohyet ( add tahunan.shp) 2. Lakukan interpolasi ulang dengan metode Topo to raster 3. Lakukan reclasifikasi pada data hasil intepolasi tersebut sesuai dengan interval konturnya (250 untuk tahunan dan 50 untuk bulanan) 4. Konversi hasil reclasifikasi tersebut menjadi polygon 5. Masukkan nilai curah hujan pada masing-masing polygon dengan cara a. Buka attribute tabel polygon isohyet tersebut b. Tambahkan kolom CH c. Hitung nilai kolom CH dengan nilainya merupakan nilai tengah dari dua kontur yang menghimpitnya berdasarkan GRIDCODE 6. Lakukan intersect antara DAS dan polygon ishoyet (lihat metode polygon thiessen) 7. Hitung luasannya (lihat metode polygon thiessen) 8. Lakukan perkalian luas dan curah hujan a. Tambahkan kolom CH_x_Luas b. Kalikan kolom luas dan CH 9. Lakukan perhitungan dengan metode isohyet berdasarkan formulasi diatas dan tabel yang sudah terbentuk dari proses sebelumnya TUGAS PRAKTIKUM 1. Ulangi langkah-langkah pengerjaan deliniasi DAS di atas dan buat diagram alirnya 2. Hitung curah hujan wilayah dengan; • Metode Aritmatika di setiap bulan dengan jangka waktu 10 tahun • Metode Poligon Thiesen di setiap bulan dengan jangka waktu 10 tahun • Metode Isohyet untuk Januari, Februari, Maret, April 3. Jelaskan kelebihan dan kekurangan pada masing-masing metode perhitungan curah hujan pada poin 2. Tugas dikerjakan berkelompok dikumpulkan dalam bentuk ppt (max. 10 slide), dikumpulkan paling lambat tanggal 1 Mar
et 2012 jam 17.00.

Minggu, 06 November 2011

my inspiration

jika aku menjadi....................... aku khan selalu ingat ALLAH,SWT sebagai TUHANKU YANG MAHA SEGALANYA.